Polda Jatim Sita Buku Aktivis Paul Saat Penangkapan di Jogja

Polda Jawa Timur baru-baru ini melakukan penyitaan barang bukti dari kediaman seorang aktivis bernama M Fakhrurrozi, atau yang lebih dikenal sebagai Paul. Penangkapan yang terjadi pada Sabtu lalu ini dipicu oleh dugaan penghasutan yang melibatkan aksi demonstrasi di Kediri yang berujung kericuhan.

Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Jules Abraham Abast, mengungkapkan bahwa proses penggeledahan di rumah Paul di Sleman, Yogyakarta, menghasilkan penyitaan sejumlah barang, termasuk perangkat elektronik dan dokumen keuangan. Dari hasil investigasi, barang bukti utama yang diperoleh dimulai dengan ponsel, laptop, dan beberapa kartu ATM milik tersangka.

Penyitaan ini mencakup lima kartu anjungan tunai mandiri (ATM) serta satu buku tabungan. Informasi ini disampaikan oleh Jules pada konferensi pers di Mapolda Jatim di Surabaya, di mana ia juga menjelaskan tentang alat bukti lainnya yang ditemukan saat penggerebekan.

Proses Penyidikan dan Penangkapan Tersangka

Selama penggeledahan, pihak kepolisian juga menemukan sejumlah buku di kediaman Paul. Namun, Jules menyatakan bahwa setelah pemeriksaan awal, buku-buku tersebut dinilai tidak berkaitan dengan kasus hukum yang sedang berjalan.

Jules melanjutkan penjelasan bahwa kemungkinan besar buku-buku yang tidak berkaitan tersebut akan dikembalikan kepada Paul atau keluarganya. Situasi ini menunjukkan komitmen polisi untuk menjaga keadilan dalam penyidikan.

Polda Jawa Timur telah menetapkan Paul sebagai tersangka atas dugaan penghasutan yang memicu kericuhan dalam aksi demonstrasi di kediri pada 30 Agustus. Penangkapan ini dilakukan setelah adanya gelar perkara dan penetapan tersangka sehari sebelumnya.

Paduan Prosedur Hukum dalam Penangkapan

Penangkapan terhadap Paul dilakukan untuk mengamankan barang bukti yang mungkin bisa dihilangkan. Kombes Jules menegaskan bahwa langkah ini diambil demi kepentingan penyidikan dan untuk memastikan bukti-bukti tetap ada selama proses hukum berjalan.

Dalam hal ini, Paul dikenakan sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), di antaranya Pasal 160, 187, dan 170. Dengan begitu, kejelasan hukum mengenai tindakan yang dituduhkan terhadap Paul semakin diperkuat oleh keterkaitan pasal-pasal tersebut.

Pihak kepolisian berharap agar tindakan ini dapat mendukung penegakan hukum yang adil dan transparan. Melalui penegakan hukum yang konsisten, diharapkan situasi seperti ini dapat diminimalisasi di masa depan.

Reaksi dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya

Direktur LBH Surabaya, Habibus Shalihin, mengungkapkan bahwa penangkapan Paul menuai kontroversi. Ia menilai bahwa penangkapan tersebut tidak mengikuti prosedur hukum yang sudah ditetapkan.

Habibus menyatakan bahwa Paul tidak pernah menerima pemanggilan resmi sebelum penangkapan, padahal menurut hukum acara pidana, pemanggilan harus dilakukan terlebih dahulu. Ia menekankan bahwa langkah-langkah prosedural seperti ini sangat penting untuk memastikan hak-hak tersangka dihormati.

LBH Surabaya melihat penetapan tersangka terhadap Paul sebagai prosedur yang cacat hukum. Habibus menekankan bahwa pengacara memiliki tanggung jawab untuk memeriksa prosedur hukum dalam setiap tahap penyidikan, termasuk pemanggilan dan penetapan tersangka.

Pentingnya Menghormati Hak Asasi Manusia

Menurut Habibus, setiap tindakan penegakan hukum harus memperhatikan hak asasi manusia. Pengacara merasa bahwa melanggar aturan hukum yang ada akan berdampak buruk pada integritas sistem peradilan. Ia menyerukan agar aparat kepolisian harus lebih berhati-hati dan mematuhi protokol yang berlaku.

Dalam pandangannya, tindakan menahan seseorang tanpa melalui pemanggilan resmi dan bukti yang cukup adalah pelanggaran terhadap hak asasi. Hal ini berdampak langsung pada citra penegakan hukum di masyarakat.

Dengan demikian, penanganan kasus ini menjadi sorotan tidak hanya oleh pihak hukum, tetapi juga oleh masyarakat yang menuntut keadilan. Perhatian ini penting untuk menciptakan iklim kepercayaan antara aparat penegak hukum dan masyarakat.

Related posts